Demo Buruh Batam, Refleksi Ketimpangan Kesejahteraan
Demonstrasi puluhan ribu buruh di Batam, Provinsi Kepulauan Riau sejak Rabu kemarin menimbulkan kerugian yang tidak sedikit. Aksi pembakaran dan perusakan pos dan mobil polisi serta mobil sejumlah anggota DPRD Kepri dan Kota Batam merusak iklim Kota Batam sebagai kota tujuan investasi.
Sejumlah pihak menyayangkan aksi anarkis kaum buruh yang merasa menuntut Wali Kota Ahmad Dahlan menyetujui upah minimum kota (UMK) sama seperti angka kehidupan layak (KHL) sebesar Rp1,76 juta.
Aksi unjuk rasa kaum buruh berawal dari penilaian bahwa pihak pengusaha melalui Asosiasi Pengusaha Indonesia mengingkari kesepakatan pada tahun lalu yang menjanjikan UMK sama dengan angka KHL.
Aksi kaum buruh adalah refleksi kekecewaan mereka ketika tuntutan hidup makin besar. Di sisi lain, pengusaha menolak UMK sama seperti KHL dengan alasan tidak memiliki kemampuan.
"Tidak ada yang boleh kerja sampai ada kesepakatan KHL Rp1,76 juta menjadi UMK pada 2012," teriak seorang massa dalam aksi unjuk rasa.
Terlepas dari kepentingan yang tidak terwujud antara kaum buruh dan pengusaha. Unjuk rasa yang berlangsung anarkis telah merugikan iklim investasi.
Anggota DPRD Kepri Sukhri Fakhrial seperti dilaporkan kepri.antaranews.com menyayangkan aksi anarkis kaum buruh.
Dia meminta semua pihak menahan diri agar iklim investasi di Batam tidak dirusak dengan kerusuhan.
"Aksi unjuk rasa yang anarkis justru dikhawatirkan menimbulkan masalah baru dan merugikan banyak pihak, termasuk pengusaha," ungkap Sukhri Fahrial yang juga Ketua Komisi I DPRD Kepulauan Riau.
Dia mengatakan kaum buruh harus waspadai agar aksi yang mereka lakukan tidak ditunggangi pihak-pihak yang memiliki kepentinan tertentu.
Pekerja dan pihak kepolisian juga harus menahan diri sehingga tidak terprovokasi untuk melakukan aksi anarkis.
Aksi unjuk rasa yang dilakukan pekerja sebagai bentuk akumulasi kekecewaan terhadap pemerintah dan pengusaha.
Menurut dia, konflik antara pekerja, pengusaha dan pemerintah tidak mesti terjadi jika kebijakan yang diambil dalam menetapkan UMK sesuai dengan biaya hidup pekerja di Batam.
"Pengusaha dan Pemerintah Batam harus jujur dan adil dalam menetapkan upah minimum untuk para pekerja," katanya.
Aksi unjuk rasa terkait penetapan UMK setiap tahun terjadi di Batam. Tahun ini merupakan aksi unjuk rasa terburuk karena telah menimbulkan kerugian moril dan materiil yang cukup banyak.
Pemerintah daerah sudah seharusnya meredam potensi konflik antara pekerja dengan pengusaha, salah satunya dengan memperkecil ketimpangan antara upah dengan kebutuhan hidup di Batam yang terus meningkat.
Tidak satu pihak pun yang menginginkan Batam terus menerus dilanda kerusuhan akibat segudang masalah buruh yang pada hakekatnya dipicu ketimpangan kesejahteraan yang cukup tinggi antara orang kaya dengan si miskin.
foto : kepri.antaranews.com/Josengbie |
Sejumlah pihak menyayangkan aksi anarkis kaum buruh yang merasa menuntut Wali Kota Ahmad Dahlan menyetujui upah minimum kota (UMK) sama seperti angka kehidupan layak (KHL) sebesar Rp1,76 juta.
Aksi unjuk rasa kaum buruh berawal dari penilaian bahwa pihak pengusaha melalui Asosiasi Pengusaha Indonesia mengingkari kesepakatan pada tahun lalu yang menjanjikan UMK sama dengan angka KHL.
Aksi kaum buruh adalah refleksi kekecewaan mereka ketika tuntutan hidup makin besar. Di sisi lain, pengusaha menolak UMK sama seperti KHL dengan alasan tidak memiliki kemampuan.
"Tidak ada yang boleh kerja sampai ada kesepakatan KHL Rp1,76 juta menjadi UMK pada 2012," teriak seorang massa dalam aksi unjuk rasa.
Terlepas dari kepentingan yang tidak terwujud antara kaum buruh dan pengusaha. Unjuk rasa yang berlangsung anarkis telah merugikan iklim investasi.
Anggota DPRD Kepri Sukhri Fakhrial seperti dilaporkan kepri.antaranews.com menyayangkan aksi anarkis kaum buruh.
Dia meminta semua pihak menahan diri agar iklim investasi di Batam tidak dirusak dengan kerusuhan.
"Aksi unjuk rasa yang anarkis justru dikhawatirkan menimbulkan masalah baru dan merugikan banyak pihak, termasuk pengusaha," ungkap Sukhri Fahrial yang juga Ketua Komisi I DPRD Kepulauan Riau.
Dia mengatakan kaum buruh harus waspadai agar aksi yang mereka lakukan tidak ditunggangi pihak-pihak yang memiliki kepentinan tertentu.
Pekerja dan pihak kepolisian juga harus menahan diri sehingga tidak terprovokasi untuk melakukan aksi anarkis.
Aksi unjuk rasa yang dilakukan pekerja sebagai bentuk akumulasi kekecewaan terhadap pemerintah dan pengusaha.
Menurut dia, konflik antara pekerja, pengusaha dan pemerintah tidak mesti terjadi jika kebijakan yang diambil dalam menetapkan UMK sesuai dengan biaya hidup pekerja di Batam.
"Pengusaha dan Pemerintah Batam harus jujur dan adil dalam menetapkan upah minimum untuk para pekerja," katanya.
Aksi unjuk rasa terkait penetapan UMK setiap tahun terjadi di Batam. Tahun ini merupakan aksi unjuk rasa terburuk karena telah menimbulkan kerugian moril dan materiil yang cukup banyak.
Pemerintah daerah sudah seharusnya meredam potensi konflik antara pekerja dengan pengusaha, salah satunya dengan memperkecil ketimpangan antara upah dengan kebutuhan hidup di Batam yang terus meningkat.
Tidak satu pihak pun yang menginginkan Batam terus menerus dilanda kerusuhan akibat segudang masalah buruh yang pada hakekatnya dipicu ketimpangan kesejahteraan yang cukup tinggi antara orang kaya dengan si miskin.
Posted by admin
on 10:30 PM. Filed under
Fokus,
Hukum,
Peristiwa,
Top Stories
.
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0.
Feel free to leave a response